PEKANBARU (Riaulantang) – Komisi II DPRD Riau merasa dilecehkan oleh sikap manajemen PT.Duta Palma perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di kabupaten Kuantan Singingi (kuansing) yang tidak datang pada Hearing (dengar pendapat,red) yang melibatkan lintas sektoral.
Bahkan Hearing yang diagendakan kembali 10 hari kedepan, apabila manajemen PT.Duta Palma tidak datang, pihak komisi 2 menyarankan dilakukan pemanggilan paksa.
Hearing Senin (13/07/2020) siang itu berlangsung diruang Medium DPRD Riau dipimpin ketua Komisi 2 Robin Hutagalung, dihadiri
Bupati Kuansing Mursini bersama jajaran Pemkab Kuansing, Kepala Dinas Perkebunan Riau Zulfadli serta Kepala Badan Pertanahan Nasional Syafri dan staf dan perwakilan masyarakat.
Persoalan lahan antara perusahaan PT.Duta Palma dengan masyarakat yang merasa dibohongi terus mengemuka sehingga harus dilakukan mediasi antara perusahaan dengan warga tempatan termasuk soal tanah adat dan ulayat.Robin Hutagalung bersama kalangan komisi 2 sendiri merasa sangat kesal dengan sikap perusahaan yang sangat tidak kooperatif, karena pemanggilan Hearing dilakulan secara resmi.
“Kalau Hearing 10 hari kedepan mereka (manajemen PT.Duta Palma) tidak datang juga, kita minta dilakukan pemanggilan paksa karena sudah melecehkan masyarakat serta institusi dewan. Pak bupati Kuansing aja hadir, kok perusahaan mengabaikan panggilan dewan, dan Hearing ini bertujuan untuk mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya karena kedua belah pihak akan kita mintai keterangan mereka,”kata Robin politisi PDI Perjuangan itu.
Disisi lain Robin juga menegaskan bahwa DPRD tidak memiliki hak eksekusi terhadap pihak perusahaan. Ia meminta semua pihak menahan diri karena persoalan lahan PT.Duta Palma itu akan diselesaikan sesuai aturan main.
“Semua pihak saya minta bersabar karena kita kembali agendakan Hearing 10 hari kedepan dan akan kita upayakan pemanggilan paksa kalau manajemen perusahaan tetap membangkang,”tegas Robin.
Sementara anggota komisi 2 lainnya Marwan Yohanis mempersoalkan masalah administrasi perizinan perusahaan yang dinilainya banyak tumpang tindih. Ada surat yang harusnya terbit terakhir awal malah terbit dahuluan, demikian juga sebaliknya.
“Masalah surat perizinan perusahaan, seperti hak guna usaha, izin lokasi dan lainnya banyak yang janggal, ini harus ditelurusi sampai tuntas sehingga tidak ada yang dirugikan khususnya kalangan masyarakat tempatan,”ungkap Marwan dari Fraksi Gerindra memberikan pendapat.(afa)