PEKANBARU (Riaulantang) – Ada keanehan dalam hal pemberian perpanjangan izin yang diberikan pemerintah kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit PT.Duta Palma yang beroperasi di Kabupaten Kuantan Singingi. Pasalnya izin operasional perusahaan itu baru berakhir tahun 2018, sementara perpanjangan izin sudah dilakukan tahun 2005 dimana pihak perusahaan mengajukan izin perpanjangan tahun 2003.
Hal itu terungkap dalam pertemuan bersama komisi II DPRD Riau dengan Pemkab Kuansing, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau, Dinas Perkebunan Riau serta perwakilan masyarakat kecamatan Kuantan Hilir kabupaten Kuansing, Senin (13/07/2020).
PT.Duta Palma mendapat konsesi lahan seluas 11.260 hektar untuk perkebunan kelapa sawit di Kuantan Hilir.
Pihak komisi II mempertanyakan juga proses perpanjangan izin yang berakhir tanggal 31 Desember 2018.
“Sayang dalam Hearing ini pihak perusahaan tidak hadir karena kita juga akan pertanyakan kapan dilakukan perpanjangan izin pasca 2018, sebab dalam administrasi perusahaan ditemukan banyak kejanggalan. Salah satunya itu tadi izin Hak Guna Usaha (HGU) yang habis tahun 2018 tapi pemerintah sudah mengeluarkan perizinan tahun 2005,” tegas Marwan Yohanis anggota Komisi II DPRD Riau.
Marwan juga mempertanyakan apa yang menjadi alasan BPN Riau memberikan perpanjangan izin 13 tahun sebelum masa perizinan resmi berakhir. Perpanjangan izin itu diduga menyalahi aturan yakni Peraturan Pemerintah (PP) nomor 40 tahun 1996 dimana bisa diperpanjang meski baru berakhir 13 tahun kemudian. Dan sekarang lahan di Kuansing Hilir itu menjadi masalah dengan masyarakat tempatan khususnya masyarakat adat disana.
Perpanjangan izin itu ulas politisi Partai Gerinda tersebut termuat dalam surat keputusan Badan Pertanahan Nasional nomor 38 DPN tahun 2005, tentang pemberian perpanjangan waktu hak guna usaha hak atas tanah yang terletak di kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau. BPN memberikan alasan dengan menimbang bahwa tanah yang dimohon perpanjangan jangka waktu HGU seluas 11.260 hektar terletak di kecamatan Kuantan Hilir dan kecamatan Kuantan Mudik.
“Perizinan kemudian diperoleh perusahaan berdasarkan surat keputusan Menteri Dalam Negeri CQ ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal tanggal yang akan berakhir haknya tanggal 31 Desember 2008. Pertanyaannya menurut aturan manakah yang dipakai, apakah Tanda Daftar Perusahaan (TDP) yang terbit dahuluan ataukah Hak Guna Usaha (HGU),”terang Marwan.
Menurut Marwan lagi perusahaan PT.Duta Palma pertama kali mendapat persetujuan izin prinsip kawasan hutan dari Departemen Kehutanan tanggal 2 November 1987 seluas 7.750 hektar. Selanjutnya tanggal 15 Maret 1988 dilakukan penambahan lahan seluas 2250 hektar sehingga seluruhnya seluas 10.250 hektar. Kemudian berdasarkan peta Tata Batas areal hutan produksi yang didapat untuk dikonversi menjadi perkebunan atas nama PT Duta Palma bulan pada Desember tahun 1987.
“Jadi perpanjangan izin PT.Duta Palma juga diperkuat Surat Keputusan Gubernur Riau tanggal 11 November tahun ke1987 tentang pemberian izin lokasi. Pemerintahan memberikan perizinan lahan di Kuansing, dengan pertimbangan Menteri Dalam Negeri menyetujui untuk diberi izin dengan memberikan HGU selama 30 tahun DI daratan dengan total seluas 11.260 hektar. Jadi soal HGU ini saya simpulkan bahwa anak lahir lebih dahulu dari bapak,”papar pria asal Kuansing itu.
Menanggapi hal tersebut pihak dari BPN Riau Syafril menerangkan bahwa pada saat itu boleh dilakukan permohonan Perpanjangan izin sebelum izin resmi berakhir beberapa tahun lagi. Pada tahun 2000-an hal itu lazim dilakukan perusahaan perkebunan dan itu prosesnya legal sekaligus untuk menjaga iklim investasi.
“Pemberian perpanjangan izin tahun 2005 dilakukan untuk menjaga iklim investasi. Regulasi dalam pemberian izin lebih cepat sesuai mekanisme dan prosedural. Dan apakah TDP atau HGU yang harus terbit dahuluan nanti kami pelajari lagi,”jelas Syafril (afa)