PINGGIR (Riaulantang)- Kematian gajah Sumatera bernama Dita di kawasan Suaka Margasatwa (SM) Balairaja yang sudah alihfungsi menjadi lahan perkebunan dan pemukiman, duka bagi sejumlah pengiat alam di Duri. Mereka yang mengetahui Dita mati membusuk di dalam kubangan areal perkebunan ubi warga, Senin siang (07/10/19) itu langsung mendatangi lokasi tersebut. Wajah duka terlihat diwajah mereka yang sudah akrab dengan hewan bertubuh besar ini. Malah ada yang menangis melihat hewan kesayanganya membusuk di kerubungi lalat.
“Tiga hari lalu kami masih memantau pergerakannya di belakang areal ini. Hari ini ditemukan sudah mati. Ternyata yang kami khawatirkan terjadi. Dua hari tak patroli, dia sudah ditemukan mati,” sesal Rendi Ketua Himpunan Pengiat Alam Duri (HIPAM).
Dikatakan Rendi, pengiat alam di Duri, baik HIPAM, RSF, WCI dan lainnya akrab dengan kawanan Gajah Liar yang masih tersisa di SM Balai Raja ini. Mereka hanya tersisa 4 sampai 5 ekor saja yang rutin mengitari kawasan SM Balairaja hingga ke Hutan Talang Duri. Gajah Dita merupakan gajah Fenonemal yang mendunia karena kaki buntungnya beberapa kali diobati lantaran infeksi terkena jerat.
“Dita yang paling akrab dengan kami. Dia tak bisa jalan jauh karena kakinya sakit dan buntung. Dia selalu dijaga Gajah Seruni dan anaknya,” jelas Randi lagi.
Kematian Dita ini dikhawatirkan Rendi akan menjauhkan Gajah Seruni dan anaknya dari kawasan SM Balairaja yang sudah alihfungsi ini. Begitu juga 2 gajah lain, Getar dan si codet yang sering menjelajah sendiri.
“Yang paling sayang ke Dita ini Seruni. Dia kerab mengawasi pergerakan Dita lantaran dia tak bisa jalan jauh. Kalau Dita sudah tak ada, bisa jadi Seruni dan anaknya pergi jauh karena tak ada lagi yang di jaga,” keluh Rendi yang kehilangan hewan yang disayanginya ini.
Disampaikan Rendi, Gajah betina Dita yang berumur sekitar 25 tahun ini memang menjadi pusat perhatian lantaran kaki buntungnya. Beberapa kali kaki buntungnya diobati akibat infeksi jerat manusia. Mereka pun sudah biasa berinteraksi dengan Dita.
“Dita ikon kawanan gajah di SM Balairaja ini,” ujarnya.
Rasa kehilangan juga disampaikan Solfarina dari Rimba Satwa Foundation (RSF). Ibu berhijab ini mengaku kematian Dita pukulan telak baginya dan pengiat lingkungan lain.
“Ini pukulan telak bagi kami. Sejak tahun 2014 mengawasinya, hari ini dia ditemukan dalam keadan mati. Dia kehilangan habitatnya. Ini akibat keserakahan manusia ” sesalnya.
Sembari terisak Solfarina meminta agar warga yang berada di kawasan jelajah hewan ini bisa memberi ruang bagi makhluk yang makin kehilangan habitat ini.
“Masyarakat yang ada di daerah jelajah gajah ini, tolonglah hargai juga makhluk lain. Bumi ini bukan untuk kita saja, tapi juga makhluk lain. Akibat keserakahan kita, mereka menderita,” tangisnya. (susi)