DURI (Riaulantang) – Kabupaten Bengkalis pada tahun 2015 dan 2017 lalu pernah mendapat penghargaan Kabupaten Layak Anak (KLA) . Tapi, itu dulu beberapa tahun lalu. Kini realitanya kekerasan anak di Kabupaten Bengkalis memasuki tahap yang amat mengkhawatirkan hingga predikat KLA itu bisa gugur secara langsung.
“Kondisi saat ini di Kabupaten Bengkalis tentang kasus anak sangat mengkhawatirkan. Kasus Incest (hubungan sedarah-red) di Bengkalis sudah beberapa kali terjadi. Makanya saya bilang sangat mengkhawatirkan,” ujar Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Provinsi Riau, Dewi Arisanty ketika di konfirmasi Riaulantang.com, Kamis (15/04/2021).
Disampaikan Dewi, untuk Kabupaten Bengkalis kondisinya saat ini belum bisa dikatakan layak anak. Kenapa demikian, karena jika dilihat dari kasus yang terjadi banyak perdagangan anak di bawah umur. Ada pula kasus Incest serta kasus pencabulan.
“KLA itu ada kriterianya. Kalau tidak bisa memenuhi kriteria tersebut, tidak bisa disebut Kabupaten Layak Anak. Atau tidak bisa mendapat predikat penghargaan,” terangnya lagi.
Menurut Dewi, pada tahun 2015 dan 2017 lalu di Kabupaten Bengkalis belum ada ditemui kasus hubungan sedarah dan kasus kekerasan anak lain tidak tinggi. Namun di tahun 2020 hingga 2021 kasus kekerasan terhadap anak terbilang tinggi hingga predikat KLA tidak bisa disandang.
“Untuk tahun 2020 hingga tahun 2021 ini kabupaten Bengkalis, belum layak disebut Kabupaten Layak Anak,” tegas Ketua Komnas Perlindungan Anak Provinsi Riau.
Disampaikannya, jika dikaitkan dengan penghargaan tahun sebelumnya, otomatis KLA itu bisa gugur secara langsung. Pihak-pihak terkait tidak bisa menjaga penghargaan tersebut.
“Mereka tidak bisa mempertahankan, malah kasusnya semakin tinggi. Aturannya, mereka setelah mendapat penghargaan itu bisa mempertahankan penghargaan tersebut. Ini malah kasusnya semakin meningkat,” sesalnya.
Diungkapkan Dewi, ada 5 klaster yang menjadi syarat KLA. Pertama hak sipil dan kebebasan dalam hal ini hak anak mendapatkan identitas seperti akta kelahiran secara gratis. Lalu klaster kedua. terkait lingkungan keluarga dan pola asuh. Ketersediaan lembaga konsultasi keluarga tentang pengasuhan dan perawatan anak. Sedang Klaster 3 Kesehatan dasar dan kesejahteraan anak dan Klaster 4. Pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya serta klaster 5 Perlindungan khusus apabila terjadi konflik.
“Dengan terpenuhinya 5 klaster tersebut akan membantu mencegah dan mengurangi banyaknya kasus kekerasan, pelecehan seksual dan hubungan sedarah yang dilakukan oleh ayah kandung,” jelas Dewi. (bambang)