Kuansing (Riaulantang) – Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) merupakan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 158 dan Pasal 160 UU Minerba dan Para pelaku seharus dijerat Pasal 161 UU RI No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar. Namun sayang, jeratan pidana PETI itu tak membuat para penambang jera. Buktinya aktifitas itu terus berlanjut dan membuat resah masyarakat setempat.
Seperti disampaikan Y (36 th) anak petani yang mempunyai sawah di kawasan tersebut. Menurutnya aktivitas tersebut merusak ekosistem dan menyebabkan bencana alam, seperti yang terjadi di daerahnya awal Januari 2020 silam.
“Untuk sungai Batang Kuantan ini juga merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat yang berada di pinggiran Batang Kuantan, seperti menangkap ikan. Tapi itu semua sudah hilang karena aktivitas peti tersebut,” ujarnya, Selasa (08/6/2021).
Lokasi tambang emas ilegal itu berada di sungai Kuantan, Desa Lubuk Terentang/pisang Berebus, Kecamatan gunung toar, Kabupaten Kuansing.
“Baru kemaren pemuda membantu kami membubarkannya tapi pelaku itu cuma jera 2 hari saja, saya agak kecewa dengan penegakan hukum masalah Peti. Kami marah, kami sedih, kawasannya kami dirusak. Kamivpun binggung siapa yang bisa menolong kami dari para penambang Liar teresebut,” ujarnya.
Dia berharap aparat penegak hukum untuk menangkap dan tidak membiarkan para penambang ilegal yang menambang emas tanpa izin di wilayahnya. Dia tak ingin daerahnya rusak oleh lubang tambang maupun kimia pertambangan.
Jika penambang ilegal bisa ditindak, dia yakin masyarakat sekitarnya sangat bahagia, Tanpa ada gangguan banjir seperti tahun kemaren ekosistem alam dan keindahannya bisa terus lestari.
“Saya harap aparat penegak hukum bisa menyelesaikan dengan baik, sehingga petani dan nelayan bisa terlindungi. Sehingga bisa menjaga dan melestarikan ekosistem alam yang ada di wilayahnya. Saya mendukung penuh penegakkan hukum,” jelasnya.(Zul)