DURI (RiauLantang) – Menjadi seorang petugas pemadam kebakaran (damkar) harus siap dengan segala resiko pekerjaannya. Tak hanya sekedar bertaruh nyawa tapi para petugas ini terkadang juga dihadapkan dengan hal-hal yang diluar nalar manusia.
Seperti diungkap 2 komandan regu (Danru) Damkar Mandau, Jefrianto dan Joko Hendri.
Dalam wawancara ekslusif dengan Riaulantang.com, Sabtu (06/11/2021) kedua Danru andalan damkar Mandau ini mengungkap suka duka saat bertugas padamkan Karhutla. Menurut mereka banyak hal yang kadang tak bisa di nalar dengan akal manusia saat bertungkus lumus memadamkan api di daerah bencana, terutama saat berhadapan dengan karhutla (kebakaran hutan dan lahan).
“Padamkan karhutla lebih berat dari kebakaran rumah atau lainnya. Kalau rumah, kami bisa petakan situasi dan kondisi bangunan yang akan ambruk dan membahayakan. Namun kalau Karlahut kondisinya tidak bisa dipetakan. Arah angin sewaktu-waktu bisa berubah dan bahayakan keselamatan jiwa”ujar mereka.
Disampaikan Jefri,kadang untuk mencapai lokasi Karhutla butuh perjuangan ekstra. Mereka harus membawa peralatan slang, mesin dan peralatan lainnya yang beratnya bisa membuat punggul pegal-pegal juga.
“Beban saat kondisi badan dan peralatan masih kering sudah lumayan beratnya. Apalagi setelah melakukan pemadaman kondisi sudah basah dan peralatan bertambah beratnya,” ujar Jefrianto.
Saat berada di lokasi Karhutla, jelasnya api kecil tak bisa dipandang sebelah mata. Kondisi ini harus diwaspada karena api didalam biasanya tak sekecil asap yang keluar. Makanya untuk memastikan keselamatan petugasnya, Jefri dan Joko akan merintis jalan sebelum anggota Damkar masuk ke lokasi karhutla.
“Keselamatan anggota menjadi tanggung jawab kami. Kami pastikan dulu jalur aman, baru anggota melakukan pemadaman, ” jelasnya.
Kondisi dilapangan, ungkapnya juga cepat berubah. Perlu kewaspadaan tinggi.
“Kami juga pernah dikepung api. Seperti Donat, kami ditengah api mengelilingi,” Kata Jefrianto.
Bukan itu saja, ungkapnya, percaya tidak percaya juga ada cerita mistis saat padamkah Karhutla. Beberapa kali padamkan Karlahut pihaknya pernah diganggu makhluk tak kasat mata. Gangguan itu bukan sekali atau dua kali mereka alami tapi kerab terjadi.
“Ada yang memanggil, ada pula yang menampakkan diri. Kadang ada kumpulan asap yang tebal tiba-tiba hilang dalam sekejab,” jelas Jefri.
Menghadapi situasi yang diluar nalar ini mereka banyak memilih diam dan tak bersuara dengan anggota. Namun efeknya mereka rasakan setelah tugas selesai
“Pernah di suatu lokasi, saya melihat sesuatu tapi tidak cerita ke anggota biar diselesaikan pemadaman. Tapi habis pemadaman badan panas meriang tidak jelas. Sehabis itu saya istirahat, digantikan dengan Danru Joko. Beliau ternyata mengalami hal yang sama,”ungkap Jefri.
Danru Joko Hendri pun mengamini cerita Danru Jefri. Dia juga mengaku sempat mengalami sampai pinggang sakit yang sangat luar biasa. Namun saat diperiksa tak ada sakit medisnya.
“Saya sampai bawa ke dokter. Tapi tidak diketahui sakit saya apa. Bahkan kata dokter saya baik baik saja. Tapi sakit pinggangnya luar biasa,”jelas Joko.
Dengan kejadian-kejadian yang mereka alami,
Kedua Danru ini sepakat kalau pemadaman Karlahut memang butuhkan tenaga extra. Bukan saja hewan, makhluk tak kasat mata pun kadang mengganggu kerja hingga nyawa jadi taruhannya.
“Kami biasanya diri berdoa sebelum turun ke lokasi karhutla. Memohon perlindungan dan pertolongan Allah agar diberi kesehatan dan keselamatan saat bertugas di tengah belukar sana, ‘ ujarnya. (Bambang)