DURI (RiauLantang) – Kawanan gajah liar di kantong Balai Raja, Kecamatan Pinggir kian hari kian menurun populasinya. Dulu di lokasi itu, aktifitas kawanan gajah liar menjadi tontonan terbuka bagi warga. Setiap sore diatas perbukitan, kawanan gajah liar ini bergerak beriringan dengan segala tingkah polahnya yang terkadang tak dipahami manusia.
Mereka berkubang di area area basah dan berlumpur, berteduh di sela-sela pohon bahkan sekali-kali memainkan Belalainya. Tontonan menarik yang bisa dilihat warga yang bersinggungan langsung dengan wilayah jelajahnya Namun kini, aktifitas kawanan gajah liar itu tinggal cerita. Populasinya makin jauh berkurang. Mereka yang dulunya dianggap hama sekarang dirindu keberadaannya.
Berkurangnya populasi kawanan gajah di kantong Balai Raja ini bukan tanpa sebab. Mereka yang bergerak ke jalur jelajah kantung Gajah Giam Siak Kecil (GSK) tak bisa lagi kembali ke kantong Balai Raja. Parit lebar yang digali para pengusaha kebun sawit menjadi penghalang Gajah liar ini kembali ke jalur jelajahnya.
Tapi apa daya, saat ini diketahui kawanan Gajah liar yang pernah mengisi kantong Balai Raja, tidak bisa kembali lagi. Gajah liar terdeteksi tengah berada di seputaran kantung Gajah Giam Siak Kecil (GSK). Dari informasi dan data Rimba Satwa Foundation (RSF) menyebutkan ada upaya kalau kawanan Gajah ini tengah berusaha untuk kembali ke kawasan kantong Gajah Balai Raja. Parit kebun Kelapa Sawit yang terbilang lebar dirasa menjadi penghalang Gajah liar ini kembali ke jalur jelajahnya.
“Dari pantauan kami, Gajah yang pernah mengisi kantung Gajah Balai Raja tengah berusaha mencari jalur lain yang lebih mudah untuk sampai di Balai Raja. Namun mereka terhalang karena Parit besar yang menghalang lintasannya”sebut Solfarina, Founder / Education Program Rimba Satwa Foundation (RSF), Kamis, 31/08/23.
Dikatakannya, dengan terhalangnya lintasan kawanan gajah ini, populasi kawanan gajah di kantong Balai Raja menurun dratis. Saat ini di kantong Balai Raja hanya tersisa dua ekor Gajah dewasa yang tambun tubuhnya.
Ada Gajah Codet yang berumur sekitar 70 tahun dan ada Gajah Getar yang berumur 25 – 30 tahun. Hanya dua gajah ini yang sesekali muncul menjadi pelipur lara bagi warga yang bersinggungan langsung dengan wilayah jelajahnya.
“Yang tersisa dan penghuni kantong Balai Raja saat ini hanya gajah Codet dan Getar. Makanya kami berusaha untuk terus menjaga habitatnya,” ujar Solfarina.
GPS Collar Ampuh Tingkatkan Populasi Gajah
Melihat konflik berkepanjangan antara Gajah liar dan warga, terlebih sebutan Hama untuk Hewan bertubuh besar ini, sempat membawa kecemasan bagi penggiat dan pemerhati Gajah di negeri ini. Apakah Gajah ini akan punah dan hanya bisa dilihat melalui dokumentasi, baik berupa tayangan, penggalan cerita dan di sebuah buku bergambar, yang nantinya akan disaksikan bagi penerus bangsa ini. Kenapa demikian seperti kejadian perburuan Gading Gajah pada 10 – Februari – 2015 silam, di Hutan Akasia, HTI PT. Arara Abadi, yang sempat menggemparkan dan menjadi sorotan sampai ke Dunia Internasional. Dari kejadian tersebut pemburu sadis ini berhasil mengambil dua batang Gading Gajah.
Selanjutnya, kasus Gajah Dita yang sangat Fenomenal, ditemukan dalam keadaan sudah mati pada 07-10-2019, dalam parit yang berisi air di kawasan kantong Gajah Balai Raja. Gajah Betina Dita yang diperkirakan berumur 25 tahun yang sudah membusuk tidak dijumpai lagi Caling atau Gading ditubuhnya. Melihat hal inilah banyak spekulasi kalau Gajah-gajah liar di dua kantung ini bisa punah kalau tidak ditangani bersama.
Berkat semangat semua pihak untuk mempertahankan populasi Gajah yang diambang kepunahan, program pemasangan GPS collar, membawa dampak yang baik untuk memantau pergerakan Gajah, menghindari konflik dengan masyarakat. Program yang dimulai oleh operator lama dalam hal ini, PT Chevron Pacific Indonesia, menurunkan Tiga GPS collar untuk dipasang ke Gajah liar dengan durasi waktu 3 tahun pemakaian. Bahkan, saat ini PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) mempertahankan pemasangan GPS collar, untuk dilanjutkan pemasangan ke Gajah liar. Dan ini bukan hanya satu program yang dilakukan PHR bahkan berkembang ke penyedian pangan Gajah liar disepanjang jalur jelajah Gajah.
Dampak positif pemasangan GPS collar, berbanding lurus dengan meningkatnya populasi Gajah liar di dua kantong Gajah. Dari data yang dihimpun saat ini penambahan 10 ekor anak Gajah selama dua tahun terakhir. Untuk jumlah keseluruhan diperkirakan 50 – 60 Ekor Gajah liar untuk dua kantong, Giam Siak kecil dan Balai Raja. Artinya GPS collar, sangat berperan aktif hingga peningkatan populasi Gajah.
“Alhamdulillah, untuk GPS collar membawa dampak yang baik untuk bertambahnya populasi Gajah. Bahkan sangat berfungsi sebagai pendeteksi dini, kalau ada pergerakan Gajah memasuki kampung warga, sehingga kami bisa meminimalisir untuk hal-hal yang tidak diinginkan,” Sebut Solfa.
Agroforestri Program Unggulan PHR, Untuk Penyediaan Pakan Gajah di Sepanjang Lintasan Gajah.
Keberhasilan GPS collar tidak berarti tanpa menyiapkan pakan Gajah disepanjang jalur lintasan Gajah. Kenapa demikian, seperti diketahui lintasan yang dulu asri dan terdapat sejumlah makanan Gajah yang disediakan alam, kini lintasan atau jalur jelajah Gajah sudah bergeser peruntukannya menjadi kebun Kelapa Sawit. Dan ini menjadi masalah sebelum dilakukan program penyediaan pakan Gajah.
Program yang dilakukan PHR dan bekerjasama dengan RSF, yang dimulai pada tahun 2021 lalu, untuk mencari solusi jangka pendek dan menengah mulai menunjukkan hasil yang baik. Suasana tempat pembibitan aneka macam jenis tanaman di markasnya RSF, tampak keseriusan bagai pakan Gajah ini bisa berjalan dengan semestinya. Adapun sebaran wilayah yang mulai dilakukan penanam meliputi, aliran sungai, hutan konservasi PT. Kojo dan hutan Talang. Untuk jumlah bibit yang ditanam sejumlah 13 ribu bibit untuk tiga lokasi tersebut. Mulai dari, Rumput Odot, Nangka, Cempedak, Pisang dan Bambu.
“Kalau untuk perkembangan dan pertumbuhan yang ditanam sudah menampakkan peningkatan. Tentunya, kita selalu melakukan pantauan dan bekerjasama dengan masyarakat,” sebut Solfa.
Sementara, untuk koridor Gajah melewati 32 Desa, 5 Kelurahan dengan dua Kabupaten. Kabupaten Bengkalis dan Siak. Adapun Desa yang sudah ditanami agroforestri yaitu: Semunai, Pinggir, Balai Raja, Pematang Pudu dan Buluh Manis. Dengan agroforestri yang sudah ditanam 204,5 Hektare, dan jumlah bibit 29.220.
“Untuk monitoring tanaman agroforestri kita menggunakan teknologi yaitu aplikasi Smart yang biasa kita gunakan untuk patroli kawasan dan Satwa. Untuk penerima manfaat agroforestri sekarang sudah tercatat sebanyak 75 KK. Tentunya dengan kesepakatan yang kita buat bersama,” Pungkasnya. (Bambang)